UKM SDG's IAI At-Taqwa Bondowoso
  • Profil
  • Beranda
  • YouTube
  • Instagram
  • Tiktok
الصفحة الرئيسيةOpini

BERAWAL DARI FAKTOR MAKANAN HINGGA MENUJU AMBISI KEKUASAAN

byUKM SDG's IAI At-Taqwa Bondowoso -يناير 02, 2025

 Oleh : Muhammad Zulkiflih

Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan, tidak hanya sebagai sumber energi, tetapi juga sebagai simbol kekuasaan dan status sosial. Sejak awal peradaban, akses terhadap makanan sering kali menjadi indikator kesejahteraan dan posisi seseorang dalam struktur sosial. Namun, ketika kebutuhan mendasar ini tidak terpenuhi, dorongan untuk mendapatkan kekuasaan menjadi semakin kuat, menciptakan lingkaran ambisi yang sulit dihentikan.

Michael Pollan dalam The Omnivore’s Dilemma menggambarkan bagaimana makanan tidak hanya menjadi kebutuhan fisik, tetapi juga bagian dari dinamika sosial dan ekonomi. Ketika akses terhadap makanan menjadi sulit, manusia cenderung mencari cara untuk menguasai sumber daya agar kebutuhan tersebut terpenuhi.

Di era modern, makanan tidak lagi hanya soal mengisi perut, tetapi juga terkait dengan kekayaan dan status. Untuk mendapatkan makanan, seseorang harus memiliki uang, dan untuk mendapatkan uang, seseorang perlu bekerja atau memiliki sumber daya. Namun, bekerja saja sering kali tidak cukup bagi sebagian orang, sehingga mereka mencari jalan pintas melalui kekuasaan. Kekuasaan memungkinkan akses lebih mudah terhadap kekayaan, termasuk makanan, baik dengan cara yang benar maupun salah.

Ambisi ini sering kali melampaui batas etika, sebagaimana dicatat oleh Niccolò Machiavelli dalam The Prince, di mana kekuasaan cenderung dikejar dengan menghalalkan segala cara, bahkan jika itu berarti mengorbankan kesejahteraan orang lain.

Ketika kekuasaan menjadi tujuan utama, banyak pemimpin melupakan tanggung jawab moralnya. Mereka lebih fokus pada keuntungan pribadi atau kelompok, sering kali mengorbankan hak-hak dan kesejahteraan orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya.

Lord Acton dengan tegas menyatakan dalam The History of Freedom and Other Essays, “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.” Penyalahgunaan kekuasaan ini menjadi masalah besar di banyak negara, di mana ketidakadilan dan eksploitasi terjadi sebagai akibat dari ambisi yang tak terkendali.

Untuk mengurangi penyalahgunaan kekuasaan, ada beberapa langkah yang perlu diambil:

  1. Transparansi dan Akuntabilitas: Kepemimpinan harus terbuka terhadap pengawasan publik. Sistem yang transparan dapat mengurangi peluang untuk korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
  2. Kesadaran Sosial: Masyarakat perlu diberdayakan untuk memilih pemimpin berdasarkan rekam jejak dan tindakan nyata, bukan sekadar janji.
  3. Pendidikan Etika dan Kepemimpinan: Nilai-nilai moral dan etika harus ditanamkan sejak dini, agar generasi mendatang memahami bahwa kekuasaan adalah tanggung jawab, bukan alat untuk memenuhi ambisi pribadi.
  4. Penguatan Kesejahteraan Sosial: Sistem yang memastikan akses dasar terhadap kebutuhan seperti makanan, pendidikan, dan kesehatan dapat mengurangi ketimpangan yang sering kali menjadi akar dari ambisi kekuasaan yang berlebihan.

Robert D. Putnam dalam Making Democracy Work menekankan pentingnya kepemimpinan yang berorientasi pada kesejahteraan kolektif. Pemimpin yang ideal adalah mereka yang memahami bahwa kekuasaan bukanlah tujuan, melainkan alat untuk melayani masyarakat.

John Locke dalam Two Treatises of Government juga menyoroti bahwa legitimasi kepemimpinan terletak pada upaya pemimpin untuk melindungi hak-hak dasar rakyatnya, termasuk akses terhadap kebutuhan pokok seperti makanan.

Makanan, sebagai kebutuhan dasar, memiliki pengaruh yang mendalam terhadap ambisi manusia, termasuk ambisi untuk mendapatkan kekuasaan. Namun, kekuasaan yang dikejar tanpa memperhatikan tanggung jawab sering kali berujung pada penyalahgunaan wewenang dan penderitaan masyarakat.

Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk mendukung sistem kepemimpinan yang transparan, adil, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama. Dengan begitu, kita dapat menciptakan dunia di mana kebutuhan dasar terpenuhi tanpa harus mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.

Referensi :

Pollan, Michael. The Omnivore's Dilemma: A Natural History of Four Meals. Penguin Press, 2006

Machiavelli, Niccolò. The Prince. 1532.

Acton, Lord. The History of Freedom and Other Essays. 1907.

Putnam, Robert D. Making Democracy Work: Civic Traditions in Modern Italy. Princeton University Press, 1993.

Locke, John. Two Treatises of Government. 1689.

Tags: Opini Volume 198
  • Facebook
  • Twitter
أحدث أقدم

Seluruh Pengurus dan Anggota UKM SDG's IAI At-Taqwa Bondowoso

UKM SDG's IAI At-Taqwa Bondowoso

Masa Khidmat 2024-2025

Popular Posts

Khasanah

KEKAYAAN SEJATI, LEBIH DARI HARTA DAN ILMU

أكتوبر 30, 2024

SAATNYA PEMUDA BERKARYA MEMBANGUN PROGRAM KOTA BERKELANJUTAN

KULIAH TAMU TEMA MAHASISWA SEBAGAI KADER PEMIMPIN MASA DEPAN BANGSA DAN AGAMA

DISIPLIN NILAI SKS KUNCI MENUJU WISUDA YANG MEMBANGGAKAN

Klarifikasi Berita Gunung Raung: Beredar Video Erupsi Dahsyat, BMKG Tegaskan Gunung Masih Level II

BERPROSES, PERJALANAN MENUJU PERUBAHAN NYATA DI UKM SDG's

BERBUAT BAIK UNTUK ALLAH, BUKAN MANUSIA

SEGALA SESUATU YANG BAIK DATANG PADA WAKTU YANG TERBAIK.

PENGURUS UKM SDG's INSPIRASI GENERASI MUDA YANG MENGABDI DAN MENGAJI

MENANGKAL PERMAINAN SLOT DI KALANGAN MAHASISWA, MEMBANGUN BUDAYA BACA YANG SEHAT DI IAI AT-TAQWA

Featured post

KENIKMATAN YANG MEMBUNUH: RACUN DALAM BALUTAN PESONA DUNIA

UKM SDG's IAI At-Taqwa Bondowoso- يونيو 25, 2025

Blog Archive

  • ▼  2025 (49)
    • ◄  يونيو (7)
    • ◄  مايو (7)
    • ◄  أبريل (1)
    • ◄  مارس (5)
    • ◄  فبراير (7)
    • ▼  يناير (22)
      • Jodoh Itu Nggak Bakal Nyasar, Dia Hanya Butuh Waktu
      • "Guru Sebagai Lentera Masa Depan: Belajar dan Memi...
      • Mengalahkan Kemalasan dan Kebodohan: "Merupakan Ku...
      • Berpikir Sebelum Bertindak: Menata Langkah untuk M...
      • Menemukan Makna Hidup: Perjalanan Menuju Kesadaran...
      • Teknologi: Sahabat Peradaban atau Ancaman Tersembu...
      • Sinergi Tradisi dan Revolusi: "Peran Mahasiswa dal...
      • Kuliah Kerja Nyata (KKN): Mengurai Esensi, Tantang...
      • Kebakaran di Los Angeles (LA): Teguran Alam atau P...
      • MENGUBAH KURIKULUM ATAU MENINGKATKAN KUALITAS GURU...
      • MILLENIAL VS GEN Z, SIAPA YANG LEBIH PAHAM ZAMAN?
      • JIKA APA YANG KITA SEMOGAKAN LEWAT JALUR LANGIT TI...
      • KHR. AHMAD AZAIM IBRAHIMY KHUTBAH JUMAT DI MASJID ...
      • "Melepaskan Kehilangan, Menemukan Kembali Jati Diri"
      • Makan Bergizi Gratis, Inisiatif Strategis Pemerint...
      • CERITA YANG TERSEMBUNYI DI BALIK SENYUM
      • KETIKA ENGKAU BELUM DIKENAL, NAMUN KINI ENGKAU TER...
      • Rp 300 TRILIUN MELAYANG: KETIKA KEADILAN MENJADI K...
      • BICARA HEBAT, AKSI CACAT
      • NAK, TIDAK SALAH UNTUK MENGINGINKAN PENGAKUAN
      • BERAWAL DARI FAKTOR MAKANAN HINGGA MENUJU AMBISI K...
      • CINTA YANG IDEAL, MENGHARGAI PERBEDAAN DAN MENJADI...
  • ◄  2024 (63)
    • ◄  ديسمبر (57)
    • ◄  أكتوبر (6)
Design by Blogspot | Distributed by Theme
  • Home
  • About
  • Contact Us
  • RTL Version

نموذج الاتصال