Oleh : Lutfi Hidayatul Amri
Dalam dunia organisasi, baik itu organisasi kemasyarakatan, kepemudaan, maupun profesional, ada istilah yang sering menjadi bahan renungan: “Hidup untuk organisasi, bukan hidup di organisasi.” Ungkapan ini mengingatkan kita tentang pentingnya memahami makna dan tujuan keberadaan kita dalam sebuah organisasi. Jangan sampai kehadiran kita hanya menjadi rutinitas belaka tanpa memberikan kontribusi yang berarti.
Memahami Perbedaan: Hidup untuk Organisasi vs. Hidup di Organisas
- Hidup untuk organisasi berarti seseorang berkomitmen memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya demi mencapai visi dan misi organisasi. Mereka memahami tujuan organisasi dan bekerja secara tulus untuk kemajuan bersama.
- Hidup di organisasi hanya sekadar "numpang nama." Orang-orang seperti ini hadir dalam struktur organisasi tetapi minim kontribusi. Mereka lebih fokus pada kepentingan pribadi, seperti mencari popularitas atau jabatan, daripada kemajuan organisasi.
Organisasi sejatinya adalah alat atau wadah untuk menciptakan perubahan dan kebaikan di masyarakat. Oleh karena itu, hidup untuk organisasi berarti menjadikan organisasi sebagai sarana amal jariah dengan memberikan kontribusi nyata. Rasulullah ﷺ bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاس
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." (HR. Ahmad)
Dalam konteks ini, keberadaan kita dalam organisasi haruslah membawa manfaat, baik bagi anggota organisasi itu sendiri maupun masyarakat luas.
Ciri Orang yang Hidup untuk Organisasi
- Visioner dan Proaktif: Mereka memahami visi dan misi organisasi serta berperan aktif dalam mencapainya.
- Tulus dan Ikhlas: Tidak mencari keuntungan pribadi, tetapi fokus pada keberhasilan bersama.
- Berjiwa Kepemimpinan: Mampu memotivasi anggota lain untuk turut berkontribusi.
- Berorientasi pada Dampak: Selalu berpikir tentang manfaat yang dihasilkan oleh organisasi bagi masyarakat.
Bahaya Hidup di Organisasi
Seseorang yang hanya "hidup di organisasi" cenderung menimbulkan dampak negatif, seperti:
- Menghambat Kemajuan: Fokus pada kepentingan pribadi, sehingga organisasi kehilangan arah.
- Kehilangan Kepercayaan: Anggota lain dan masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada organisasi yang tidak produktif.
- Internal Conflict: Sikap egois dan kepentingan pribadi sering kali menjadi sumber konflik dalam organisasi.
Allah berfirman:
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
"Dan bertolong-tolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya." (QS. Al-Maidah: 2)
Ayat ini menegaskan bahwa keberadaan kita dalam organisasi haruslah dilandasi oleh semangat untuk bekerja sama dalam kebaikan, bukan sebaliknya.
Agar kita benar-benar hidup untuk organisasi, penting bagi kita untuk selalu menjaga niat dan keikhlasan. Jangan sampai kita terjebak dalam godaan duniawi, seperti pujian, penghormatan, atau jabatan tinggi. Semua itu hanya bersifat sementara dan tidak membawa manfaat jika niatnya tidak benar.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
"Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung pada niatnya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hidup untuk organisasi adalah tentang bagaimana kita memberikan kontribusi terbaik demi kebaikan bersama, bukan sekadar menjadi bagian dari nama besar organisasi. Jadilah pribadi yang aktif, ikhlas, dan visioner, sehingga keberadaan kita dalam organisasi benar-benar membawa manfaat.
Mari renungkan, "Apakah kita sudah hidup untuk organisasi, ataukah selama ini hanya hidup di organisasi?" Karena pada akhirnya, kontribusi nyata yang akan dikenang, bukan sekadar jabatan atau nama yang pernah kita sandang.