Oleh : Lutfi Hidayatul Amri
Salam Redaksi,
"Siap untuk berpetualang? Bukan hanya fisik, tapi juga spiritual. Yuk, temukan dirimu yang lebih baik!"
Konsep petualangan, baik secara fisik maupun spiritual, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dalam Islam, perjalanan spiritual bukan hanya sekadar mengembara ke tempat-tempat suci, tetapi juga merupakan sebuah proses penemuan diri yang terus-menerus. Al-Qur'an dan hadis memberikan banyak petunjuk tentang bagaimana kita dapat menjalani perjalanan spiritual yang bermakna.
Dalam Islam, setiap aktivitas yang dilakukan dengan niat yang ikhlas untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT akan dianggap sebagai ibadah. Perjalanan pun termasuk di dalamnya. Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 217 menyebutkan:
يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيْهِۗ قُلْ قِتَالٌ فِيْهِ كَبِيْرٌۗ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَكُفْرٌۢ بِهٖ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاِخْرَاجُ اَهْلِهٖ مِنْهُ اَكْبَرُ عِنْدَ اللّٰهِۚ وَالْفِتْنَةُ اَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِۗ وَلَا يَزَالُوْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ حَتّٰى يَرُدُّوْكُمْ عَنْ دِيْنِكُمْ اِنِ اسْتَطَاعُوْاۗ وَمَنْ يَّرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَاُولٰۤىِٕكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِۚ وَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ ٢١٧
Artinya : "Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Namun, menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Fitnah (pemusyrikan dan penindasan) lebih kejam daripada pembunuhan.” Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu jika mereka sanggup. Siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya lalu dia mati dalam kekafiran, sia-sialah amal mereka di dunia dan akhirat. Mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. (QS. Al-Baqarah : 217)
Ayat ini turun ketika tentara Islam yang dipimpin oleh ‘abdullah bin Jahsy berperang melawan orang-orang kafir di permulaan bulan Rajab, satu dari empat bulan haram. Mereka lalu bertanya kepadamu, wahai Nabi Muhammad, tentang boleh-tidaknya berperang pada bulan haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar. Tetapi, ada yang lebih besar lagi dosanya, yaitu menghalangi orang beriman dari jalan Allah, yakni melaksanakan perintah-Nya, ingkar kepadaNya, menghalangi orang masuk Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya. Itu semua lebih besar dosanya dalam pandangan Allah. Dan fitnah, yaitu kemusyrikan dan menindas orang mukmin, itu lebih kejam daripada pembunuhan dalam peperangan. Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad keluar dari agamamu, jika mereka sanggup mengeluarkanmu dari agamamu. Janganlah sekali-kali kamu murtad dari agamamu walaupun mereka tidak akan berhenti memerangimu, sebab barang siapa murtad di antara kamu dari agamanya, yakni keluar dari Islam, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat. Tidak ada pahala bagi amalnya, dan mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Ayat di atas menunjukkan bahwa bahkan dalam konteks peperangan, terdapat nilai ibadah yang terkandung dalam perjalanan. Lebih luas lagi, ayat ini dapat diartikan bahwa setiap perjalanan yang dilakukan dengan niat yang baik, seperti mencari ilmu agama, membantu sesama, atau menunaikan ibadah haji, adalah bentuk ibadah yang mulia.
Hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Turmudzi menyebutkan:
(مَنْ خَرَجَ فِيْ طَلَبِ الْعِلْمِ فَهُوَ فِيْ سَبِيْلِ الله حَتَّى يَرْجِعَ ( رَوَاهُ التِّرْمِذِي
Artinya: “Siapa yang keluar dari rumah dalam keadaan menuntut ilmu, maka ia termasuk fi sabilillah sampai ia kembali pulang.” (HR. Turmudzi).
Mencari ilmu agama adalah salah satu bentuk perjalanan spiritual yang paling utama. Dengan menuntut ilmu, kita semakin mengenal Allah SWT, memahami hukum-hukum-Nya, dan mendekatkan diri kepada-Nya. Perjalanan untuk mencari ilmu tidak hanya terbatas pada ruang kelas, tetapi juga dapat dilakukan melalui membaca buku, mengikuti kajian, atau berdiskusi dengan orang-orang yang lebih alim.
Selain perjalanan fisik, Islam juga menekankan pentingnya perjalanan batin. Perjalanan batin adalah proses introspeksi diri untuk memperbaiki akhlak, membersihkan hati, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman :
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ
Artinya : "Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti. (QS. Al-Hujarat: 13)
Dalam ayat ini, dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan seorang perempuan (Hawa) dan menjadikannya berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dan berbeda-beda warna kulit bukan untuk saling mencemoohkan, tetapi supaya saling mengenal dan menolong. Allah tidak menyukai orang-orang yang memperlihatkan kesombongan dengan keturunan, kepangkatan, atau kekayaannya karena yang paling mulia di antara manusia pada sisi Allah hanyalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya. Kebiasaan manusia memandang kemuliaan itu selalu ada sangkut-pautnya dengan kebangsaan dan kekayaan. Padahal menurut pandangan Allah, orang yang paling mulia itu adalah orang yang paling takwa kepada-Nya.
Ayat di atas menunjukkan bahwa setiap manusia memiliki potensi untuk menjadi lebih baik. Perjalanan batin adalah upaya untuk menggali potensi tersebut dan menjadi manusia yang lebih taqwa.
Kesimpulan
Petualangan spiritual dalam Islam adalah sebuah perjalanan yang tidak pernah berakhir. Dalam setiap perjalanan, baik itu perjalanan fisik maupun batin, kita memiliki kesempatan untuk belajar, bertumbuh, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan niat yang ikhlas dan tekad yang kuat, kita dapat menjadikan setiap perjalanan sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.